Rabu, 23 April 2014

Kerajinan Tradisional Pulau Buton



Tudung Saji Panamba
Saat ini, seiring dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, membuat pertumbuhan ekonomi dunia harus selalu mengandalkan kreatifitas dalam menopang tubuh kembangnya system ekomoni di suatu negara. Dalam hal ini, pulau Buton salah satu daerah yang berada diwilayah Indonesia tengah ini, boleh dibilang sejak Indonesia belum merdeka, pemanfaatan daya kreasi, keterampilan dan bakat dalam menciptakan sebuah kesejahteraan ekonomi dan kesempatan kerja baru telah lama dipraktekan sejak zaman kejayaan Kesultanan Buton pada abad ke 14. 

Dari zaman ke zaman dan dari masa ke masa, sejak terbentuknya kerajaan Buton kemudian berubah menjadi Kesultanan Buton dan sampai saat ini, ada banyak warisan budaya peninggalan zaman kesultanan buton berupa kerajinan yang masih eksis dan bertahan hingga masa sekarang. Kerajinan tersebut diantaranya kain tenunan khas pulau buton dan tudung saji tradisional “panamba” (sebuah kerajinan berbahan dasar daun kelapa mati kemudian dibentuk menjadi tudung saji yang sangat cantik). 

Untuk tenunan khas Pulau Buton sendiri memiliki nama-nama tersendiri dan motif antara pria dan wanita memiliki ciri khas tersendiri. Sekarang ini yang masih mempertahankan kerajinan kain tenun buton adalah ibu Wa Ode Zamra Ketua kelompok usaha bersama LA KEBA (pengrajin tradisional tenun buton) di Kelurahan Sulaa Kecamatan Betoambari Kota Baubau. Namun dirinya mengakui sulitnya memasarkan produk kerajinan membuat dirinya menjadi malas untuk meningkatkan produksi kain tenunnya, kareana hanya bergantung pada jumlah pemesan.

Wa Ode Zamna Pengrajin Kain Tenun Khas Pulau Buton
“Kalau dulu ada banyak yang memesan kain tenun, khususnya dekranas kabupaten buton, tapi sekarang ini sudah tidak ada lagi pemesanan, saya juga kurang tau apa yang menyebabkan begitu ” kata Wa ode Zamrah. Selain menjadi ketua kelompok usaha bersama ibu Wa Ode Zamra juga merupakan pewaris dari keahlian menenun yang turun dari orang tuanya, “ Orang tua, dan nenek saya juga pandai nemenun, sejak masih remaja saya juga diajarkan menenun oleh orang tua saya, “ imbuhnya.

Memasuki usia 51 tahun, Wa Ode Zamrah mengaku akan selalu berusaha semaksimal mungkin untuk selalu melestarikan warisan budaya leluhur dengan selalau mengajarkan bagaimana cara menenun yang baik dan benar kepada seluruh generasi muda khususnya para wanita yang ada kelurahan sulaa, “ Saya sangat bangga pada leluhur saya di buton karena mereka telah memberikan warisan yang sangat luar biasa yakni kain tenunan khas buton,” imbuhnya

Untuk belajar membuat kain tenun buton merekrut para wanita remaja disekitar rumahnya, dan kemudian diajarkan teknik dan cara pembuatan kain tenun khas Pulau Buton itu. Adapun proses pengelohan kain tenun buton itu sendiri mulai dari persiapan yang disebut dengan panguri dan kemudian proses yang disebut  dengan panguri.

Adapun motif tenunan buton yang dihasilkan sangat berfariasi Mulai dari Katambagawu, Katamba ijo, Baralu, Kamba mpuu, Kambana batari, bancana kaluku, Ntim jawa, Manggopa, Kambana wola, ontolu hole, tuwuna owi, luwuna uwe, kambana hoenu, dan terakhir motif Kambana tangkurera.

Dari sekian motif warna yang dihasilkan penyebutannya disesuaikan dengan penngamatan alam dengan mengunakan nama-nama daerah dari beberapa jenis tumbuhan yang ada di Pulau Buton. Kemudian kelompok pengrajin tenun ini terdiri dari beberapa anggota, dan hampir rata-rata berusia lanjut. Untuk tidak menghilangkan kebudayaan kerajinan tenunan Buton ini, kelompok usaha bersama tenunan tradisional Buton tersebut berusaha untuk selalu memproduksi kain ternun walau sedang sepi parasaran.

Saliya. Pengrajin Tudung Saji Tradisional Panamba
Kemudian kerajinan berikutnya yang tidak kalah menariknya adalah pengrajin tedung saji tradisional “Panamba” yang berada di Kelurahan Melai Kecamatan Murhum Kota Baubau. Kerajinan tudung saji tradisional panamba ini biasanya digunakan oleh masyarakat buton sebagai penutup talang pada acara-acara budaya seperti Pekakande-kandea. Pembuatan kerajinan tudung saji tradisional panamba, tersebut berbahan dasar dari daun kepala tua kemudian dirajut hingga menghasilkan hasil karya yang sangat indah sekali.

Dalam hal ini Ibu Saliya adalah salah seorang yang hingga saat ini masih melestarian warisan budaya leluhur tersebut yakni kerajinan tudung saji tradisional "Panamba". Menurut pengakuannya dirinyaa telah menekuni pembuatan kerajinan tudung saji tradisional pananba ini sejak masih remaja. Untuk sekedar di ketahui dari usaha kerajinannya tersebut, dirinya telah berhasil membiayai kebutuhan keluarganya dan menyelesaikan sekolah seluruh anak-anaknya

***. 

Untuk itu para pengrajin tradisional yang  ada di Pulau Buton, menjadikan produk kerajinan tersebut sebagai faktor utama dalam menopang kehidupan ekonomi mereka. Jumlah pemesanan yang boleh dibilang sangat sedikit membuat para pengrajin tradisional ini menjadi malas untuk menghasilkan produk kerajinan tersebut, disamping itu pula omzet yang tidak terlalu besar tersebut membuat mereka terpaksa mengharap pendanaan dari pemerintah, yang kesemuanya itu menjadi hampa akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab, " saya sudah malasmi ke kantor kelurahan, apa yang di sampaikan selalu tidak sesuai " ujar Samna pengrajin tudung saji tradisional panamba yang merasa kesal kepada pemerintah.

Disamping itu pula, jika pemerintah dapat memberikan perhatian khusus pada perkembangan pengrajin tradisional ini, tentuntunya bukanlah hal yang mustahil jika sektor kerajinan tradisional akan mampu memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi masyarakat yakni berupa terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar yang belum memiliki pekerjaan.

Apalagi kerajinan tradisional ini merupakan warisan budaya leluhur, oleh sebab itu tidak ada alasan bagi pihak manapun untuk mengabaikan hal tersebut. Pemerintah sebagai partner yang baik, seyogyanya mampu memberikan ruang yang sangat besar pada tumbuh kembangnya sentra ekonomi kreatif ini sehingga diharapkan di masa yang  akan datan kesejahteraan hidup para pengrajin tradisional ini dapat meningkat dari sebelumnya.


Kain Tenunan Buton
Unuk itu, pada kesempatan ini kami mencoba mengidentifikasi kendala apa saja yang dialami oleh pengrajin tradisional ini, yakni diantaranya :
  • Para pengrajin tradisional tersebut masih merasa kesulitan dalam memasarkan produk hasil kerajinannya
  • Belum terbangunnya jaringan distribusi produk hasil kerajinannya dengan baik
  • Rendahnya jumlah pemesanan membuat pengrajin tradisional malas dalam bekerja
  • Kurangnya pendanaan (modal usaha) untuk mengembangkan usaha kerajinannya.
Terakhir, harapan dan cita-cita kami berdua selalu terbesik di dalam hati, hingga akhirnya impian dan cita-cita ini akan mampu menjadi kenyataan. Dimana impian kami yang terdalam yakni ingin mempersembahkan Kisah Kerajinan Tradisional Pulau Buton ini, dalam rangkaian ivent Eagle Award tahun 2014. Sehingga besar harapan kami kisah tersebut akan mampu memberikan totonan yang berkualitas dan tentunya sangat unik bagi pemirsa Metro TV di manapun saja berada. Semoga dapat di terima oleh dewan juri yang terhormat amin ya rabbal alamin.

Hormat Kami,
Voril Marpap dan Hariyadi.