Minggu, 07 Juni 2015

Merajut Asa Menuai Harapan



Akses Jembatan Yang di Lalui Menuju Pedalaman Wa Pe'u
Merajut asa menuai harapan adalah kisah sekelompok pemuda/pemudi yang diprakarsai oleh Amrun, S.Sos sekaligus bertindak sebagai pembina yayasan, bersama 7 orang rekannya, bekerja keras sepenuh hati, untuk menghadirkan generasi terdidik yang sadar akan pentingnya pendidikan dengan berusaha mengembangkan sebuah madrasah (setingkat sekolah dasar) yang di berinama Madrasah Ibtidaiyah Swastra Nafi’u (MIS Nafi’u)  didaerah pedalaman Wa Pe’u Desa Lasalimu Kecamatan Lasalimu Selatan Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara.Hebatnya adalah bahwa, orang orang tersebut bukan orang yang berada melainkan orang yang tidak berkecukupan tapi mampu mendirikan dan mengembangkan sebuah madrasah di daerah pedalaman.

Pelabuhan Lasalimu Pantai
Kata Nafi’u diambil dari kata Nafa’a artinya memberi manfaat. Dahulu orang orang di Desa Lasalimu menyembut masyarakat di pedalaman Wa Pe’u sebagai orang orang Pe’i artinya tempatnya orang-orang bodoh dan tidak terdidik. Atas kesan itulah mereka ingin merubah imej tersebut dari orang-orang Pe’i menjadi orang-orang Nafa’a, “Sebenarnya asal kata dari Wa Pe’u itu Pe’i artinya bodoh maka setelah kami masuk dan mendirikan madrasah, maka kami tidak ingin menjadi Pe’i lagi melainkan kami harus menjadi orang-orang yang Nafi’un yakni orang-orang yang selalu bermanfaat, “ Ujar Amrunsaat diinterview, sambil menambahkan itulah yang menjadi alasan sehingga madrasah tersebut diberi nama MIS Nafi’u.

Madrasah ini, berada dibawah kendali Yayasan Pendidikan Darunnajwa Wazziadah, yangdibentuk pada tahun 2009 berdasarkan akta otaris Nursamsyi S.H,MKn Nomor 16. Kemudian sesuai dengan surat keputusan kepala Kementrian Agama Kabupaten Buton, tertanggal 3 September 2012 Mis Nafi’u telah resmi beroperasi berdasarkan SK izin operasional no 8 tahun 2012.MIS Nafi’u juga telah memiliki Nomor Statistik Madrasah dan Nomor Pokok Sekolah Nasional yakni 111274040011 dan 60727194. Status Kelompok Kerja Madrasah (KKM) MIS Nafi’u tercatat sebagai anggota dari MIN 1 Buton yang telah memiliki Komite Madrasah sendiri.Yang bertindak sebagai kepala MIS Nafi’u dipimpin oleh seorang wanita yang juga istri sang ketua yayasan bernama Juhartin, S.pd.
Akses Masuk Pedalaman Wa Pe'u
MIS Nafi’u berdiri di sebuah lahan yang juga merupakan hasil hibah dari masyarakat adat setempat dengan ukuran kurang lebih 1 hektar(1.000 m­eter persegi). Saat ini, MIS Nafi’u memiliki 3 buah bangunan yang terdiri dari 1 bangunan permanen (tembok), 1 bangunan papan dan 1 bangunan dari ayaman bambu (jelajah). Bagunan permanen di tempati oleh siswa kelas V dan VI sedangkan bangunan papan ditempati oleh kelas III dan IV lalu kemudian bangunan jelajah ditempati oleh kelas I dan II.Uniknya, hingga saat ini MIS Nafi’u tidak memiliki kantor kepala sekolah mapun dewan guru,“ kami selalu berkantor di bawah pohon, “ ujar Amrun yang ditemui di kediamannya. Keinginannya mendirikan madrasah di daerah pedalaman tersebut, lanjut Amrun bermula saat dirinya bertemu sekumpulan anak-anak kecil yang tidak bersekolah, “ Saya melihat ada banyak anak-anak yang berkeliaran dijalanan, kemudian saya tanya kenapa tidak sekolah, anak akan tersebut tidak ada yang menjawab, “ jelasnya

Melihat anak-anak tersebut tidak menjawab pertanyaanya, akhirnya ia berinisiatif untuk menanyakan kepada sanak keluarganya di rumah. “ ternyata begitu setelah saya cek, satu keluarga tidak ada yang sekolah, ada juga yang sekolah tapi tidak sampai di sekolah “ terangnya. Hal tersebut membuat dirinya terenyuh, oleh karenanya mulai saat itu, Amrun merasa termotivasi dan memiliki rasa penasaran yang besar mengapa sehingga orang-orang di pedalaman Wa Pe’u ini tidak ada yang bersekolah.Setelah dirinya mencari tau terungkaplah sebuah fakta mengejutkan bahwa masyarakat Wa Pe’u sebagian besar tinggal di gunung sambil berkebun. Masalanya adalah temapat tinggal masyarakat Wa Pe’usangat jauh dari akses pendidikan (MIN 1 Buton) kurang lebih8 km. Mengetahui fakta-takta tersebut kemudian ia berinisiatif mengunjungi danbersitaturahim bersama tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat untuk mendiskusikan keinginannya mendirikan sebuah madrasah di daerah Wa Pe’u.

Kampung Pedalaman Wa Pe'u
“Saya langsung bermusyawarah dengan masyarakat setempat, bagaimana kalau kita dirikan sebuah madrasah? Alhmadulilah mereka semua sepakat, membangun sebuah madrasah di daerah pedalaman Wa Pe’u ” terangnya. Kemudian dari kesepakatan tersebut munculah sebuah persoalan baru yakni dimana mereka akan melakukan proses belajar mengajar, sementara ruangan kelas dan tempat untuk menuntut ilmu tidak ada, kemudian dengan penuh rasa optimis dirinya berusaha menyakinkan seluruh elemen masyarakat setempatdan  berkata, “Dimanapun kita belajar entah itu dibawah pohon ataupun di lapangan, yang penting anak-anak mau utuk belajar itulah yang terpenting, “ Kenangnya.

Bersambung...