Minggu, 07 Juni 2015

Merajut Asa Menuai Harapan II


Siswa dan Guru

Kemudian lanjut Amrun kembali menjelaskan “ yang saya salut dari teman-teman dewan guru yang mengajar di situ, mereka semua mau bantu mengajar, Walaupun dengan pendidikan SMA mereka sangat antusias, “ kenangnya. Selang satu tahun berjalan persoalan baru akhirnya muncul, yakni bagaimana caranya untuk menggaji guru yang telah bersusah payah mengajar anak-anak, saat itu sempat muncul inisiafif untuk meminta bantuan orang tua tetapi dengan tegas para guru menolak inisiatif tersebut sambil berkata, “ Pak kalau kita mau meminta orang tua siswa lebih baik kami berenti saja mengajar, “ tegas salah seorang guru pada saat itu. 
Anak2 Wape'u

Mulai saat itu, Amrun semakin semangat dan bertekad untuk mengembangkan Madrasah Ibtidaiyah Nafi’u. Satu hal yang menjadi penguat rasa optimisme disini adaah kalau ketua yayasan tidak memberi honor, maka guru-guru akan menuntutdan berhenti mengajar tetapi disini, situasi tersebut terbalik,  walaupun tanpa adanya honor,guru-guru di MIS Nafi’u akan tetap terus mengajar, Alasannya adalah mereka paham betul tentang kondisi masyarakat di pedalaman Wa Pe’u, “ kondisi masyarakatnya, kalaupun mungkin satu hari mereka makan nasi, makan ikan baru kita mau bebani lagi masyarakt dengan biaya pendidikan, guru-guru tidak sanggup menerimannya, “ Kenang amrun sambil menambahkan hanya kesedian dan air mata sebagai penghapus segala derita.

Kerja Bakti
Tanpa sadar, Amrun dengan menitihkan air matanya, pun mengisahkan perjalanan hidupnya sejak dari tanah kelahirannyadi Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat, hingga ia terdampar di Pulau Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. Ia terlahir di Selaweh 38 tahun yang  lalu tepatnya pada tanggal 31 Desember 1977.dirinyabukan berasal dari keluarga berada melainkan berasal dari keluarga yang tidak berada “ ketika saya melihat keluarga saya, kami 7 orang bersauara,  dari kecil saya sudah ditinggal bapaksaya merantau di Malaysia, yang menghidupi kami sekaluarga adalah hasil dari kerajinan tangan membuat topi petani, “ kenang Amrun sambil menambahkan, hanya satu yang mampu membuat dirinya keluar dari masalah kemiskinan yaitu melalui pendidikan, oleh karenanya ia menegaskan bahwa pendidikan itu sangatlah penting demi masa depan yang lebih baik.

Siswa/Siswi MIS Nafi'u
Kemudian Amrun bercerita tentang awal mula dirinya terdampar di Pulau Buton, dirinyamengisahkan sejarah perjuangannya di tanah Buton, “ ketika saya mempuh pendidikan dipondok pesantren nahdatul waton, saat itu saya mengikuti kegiatan safari ramadhan di kendari, hingga akhirya saya mengetahui dari dekat Propinsi Sulawesi Tenggara, “ ujarnya. Akhirya lanjut Amrun, ia melakukan shalat istiqarah memohon petunjuk sekiranya diberikan kemudahan dalam menentukan pilihan hidup nantinya. “ Saat itu, bekal saya hanya 150.000 rupiah, ketika saya beli tiket, uang nya hanya cukup untuk sampai di Kota Baubau, dan akhirnya saya memutuskan untuk berhenti dan melanjutkan perjuangan di Kota Baubau, “ kenangnya.

Bersambung...