Senin, 04 Januari 2016

TV Analog Berantena



SEJAK kecil Rusly telah memiliki jiwa seorang Wirausaha, karena telah berani mengambil keputusan dan komitment untuk meringankan biaya hidup keluarganya. Semua yang diperoleh dari memanfaatkan hasil tanaman jangka panjang, ia gunakan dengan sebaik baiknya untuk meringankan beban hidup seluruh anggota keluarganya. Sungguh sangat ironis, ketika seorang anak kecil yang seyogyanya dapat bermain bersama kawan sebayanya, kini harus memikul beban untuk membatu keluarga sekaligus membiayai sekolahnya sendiri, inilah yang disebut perjuangan tanpa pamrin.
Berhubung dirumah mereka tidak ada pesawat televisi, akhirnya ia terpaksa menonton acara televisi dirumah tetangganya. Satu-satunya rumah yang memiliki pesawat televisi adalah orang siri sori islam yang juga tuan tanah Di Dusun Waihenaia tempat diamana ia bermukim, yang bernama Asis  Patisausiwa.
Hobinya yang suka nonton siaran televisi, membuat Rusly kecil selalu lupa dan bahkan suatu ketika ia sedang asik–asiknya nonton, tidak jarang ia selalu tertidur dengan lelapnya, ketika ia dibagunkan, spontan ia akan marah tidak jelas itulah sekelumit lelucon masa kecil yang akan membuat dirinya selalu tersenyum jika mengingatnya.
Diatas lahan milik Asis Patisausiwa, sejak kakek Rusly yang bernama La Tanda masih hidup, Oleh pemilik tanah, diberi kepercayaan penuh untuk tinggal dan menanam aneka macam tanaman jangka panjang, seperti kelapa, jambu, palah dan cengkeh.
Kesuburan tanah Dusun Waihenaia, membuat seluruh tananman, tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hingga saat ini telah banyak yang menikamti hasil dari jerih payah almarhum kakek tercinta, semoga menjadi amal jariah bagi beliau amin. Seperti halnya kelapa, cengkeh, palah, kenari, manga, kedondong, gandaria dll sudah dapat dinikmati bahkan dapat dijual dan dijadikan uang untuk memenuhhi kebutuhan hidup.
Biasanya ketika pulang sekolah, saking hausnya Rusly kecil, selalu berusaha memanjat pohon kelapa dekat rumahnya. Uniknya pada saat berusaha memanjat pohon, ia selalu berhasil namun ketika turun ia kadang-kadang mengalami kesulitan karena pohon yang dinaiki kurang lebih 8 meter panjangannya,
“ karena saya terlalu haus, saya akhirnya berusaha panjat pohon kelapa walaupun dasarnya saya tidak pandai panjat pohon kelapa, akibatnya pada saat itu saya luka,” kenangnya.
Saat musim cengkeh tiba, ia bersama kawan sebayanya selalu tidak mau ketinggalan untuk memanen hasil pohon cengkeh yang berlimpah ruah. Itulah masa dimana kegiatan Rusly kecil bersama kawan sebayanya bertambah yakni saat pulang sekolah, ia tidak lupa singgah untuk sekedar memetik buah cengkeh di halaman dekat rumahnya.
Begitupula saat musim pala dan kelapa, hasil panen tersebut dimanfaatkan untuk menopang kehidupan keluarganya. Ia pun berusaha mengumpulkan recehan demi recehan untuk menambah pundi-pundi tabungan miliknya.
Ketika itu harga kelapa tua Rp 50,- per biji, harga yang terbilang cukup murah jika dibandingkan dengan nilai mata uang rupiah saat ini, ketika buah kelapa yang dikumpulkan pun sudah banyak, kemudian ia jual untuk dijadikan uang tambahan untuk keluarga dirumah.
Harga cengkeh kering pada saat itu berkisar Rp 1.000 hingga Rp 10.000, iapun dengan rajinnya berusaha mengumpulkan buah cengkeh hingga berkarun-karung. Rencananya hasil dari penjualan cengkeh kering itu, ia akan membelikannya sepeda, namun keinginan orang tuanya memiliki televisi, terpaksa, tabungan tersebut harus dibelikan Televisi yang pada akhirnya iapun tidak pernah lagi menumpang nonton acara televise dirumah tetangga.
Memiliki Televisi dirumah dirasa belum cukup nikmat, karena saat itu di Dusun Waihenaia, belum memiliki fasilitas PLN, sehingga tenaga AKI menjadi solusi utama untuk menikmati hiburan televise dirumah, “ fasilitas listik hanya berada di wilayah kecamatan, jadi kalau tegangan AKI habis, harus segera di cash di Kantor Kecamatan” ujar Rusly.
Ditambah lagi, letak Dusun Waihenaia berada di dataran rendah, maka untuk mendapatkan siaran televisi, harus menggunakan antena analog manual dan harus di pasang setinggi mungkin agar mendapatkan siaran. Karena tiang pemancar TVRI dari ibukota kabupaten sangatlah jauh dari Dusun Waihenaia, ia pun berdalih untuk mendapatkan siaran TV ia harus menyetel tinggi tinggi pemancar antenna tersebut dan ia mengakui bahwa pengalaman yang sangat menarik adalah ketika nonton gelar tinju dunia Elias Pikal dirumah sendiri dengan TV analog berantena.
***
Rusly kecil sontak dibuat tersenyum ketika ia teringat pada saat rambut ikalnya mulai memadati kepalanya, maka sang ibundalah yang selalu mencukur kemudian merapikan rambutnya. Ia pun berkata belayan hangat tangan lembut sang ibunda, mampu membuat dirinya kagum dan sangat bangga memiliki sosok ibu sangat penyayang. Walau sebagian orang merasa aneh dicukur oleh ibu, namun bagi ia itulah karya luar biasa yang dibingkai dalam kisah kasih sayang dari ibunda tercinta.
Tak pernah terlintas di benak Rusly kecil bahwa kebahagiaan semasa kecilnya mampu membuat dirinya selalu tersenyum ketika melihat ulah anak-anaknya yang sama persis ketika dirinya kecil, sungguh sangat mengagumkan dan indah sekali membayangkan semua yang telah terjadi.
Sungguh ia pun mengakui bahwa telalu banyak nikmat yang diberikkan oleh Allah SWT bagi hamba-hambanya, sehingga kesyukuran atas segala nikmat tersebut mampu membuat ia tersadar bahwa hidup ini sudah ada yang mengendalikan yakni Allah Azza Wajallah (Tuhan Semesta Alam).