Sabtu, 29 April 2017

Cerpen : Miskin Itu Bukan Aib, Aku Dan Adekku Tepisah Karena Kemiskinan

Di Suatu Kesempatan Di Benteng Keraton Buton
Alhamdulilah seharian ini hati Adekku Amelia menjadi  bahagia, tak kala Ia telah menyelesaikan seminar proposalnya, itu berarti, Ia akan segara melanjutkannya menjadi sebuah Skripsi, sebagai alat ukur untuk seseorang menjadi sarjana. Aku yakin, Allah akan selalu membantunya dalam menyelesaikan segala kesulitan yang dihadapi.

Namun kondisi kami yang miskin, membuat Adikku Amelya merasa tidak pernah bersyukur terhadap semua yang diperoleh. Ia merasa miskin itu adalah Aib, menurut dia kemiskinan kami itu adalah suatu hal yang memalukan jika diketahui oleh kawan kawannya. Itulah Adeku yang selalu merasa takut dengan keadaannya, yang ada di bayangannya hanyalah kemewahan dunia ini.

Kami 2 orng bersaudara, Ayah kami sudah tiada karena sakitnya yang diderita kurang lebih 13 tahun yang lalu, membuatnya harus meninggalkan dunia ini, Ibupun entah tak tau kemana, sejak keperginnya ke Malaysia hingga kini tak kunjung ada kabarnya, kami berdua merasa diterlantarkan, hanyalah sebuah rumah reot peninggalan Almarhum Ayahanda tercinta tempat kami bernaung.

 itulah tantangan hidup yang harus Aku dan Amelia hadapi. Aku berkerja sebagai kuli bangunan dan buruh pelabuhan semata mata untuk membiyayai kehidupan kami. Aku selalu yakin dengan nasehat sang Ayah, bahwasanya bekerja keraslah demi  memperoleh kehidupan yang gemilang, itulah tantangan hidup yang sesungguynya. Aku korbankan pendidikan demi adikku, kucukupi segala kebutuhannya, demi adikku tercinta, ini adalah janji ku pada sang ayah sebelum kepergiannya. 

Aku yang sedang berlumuran campuran semen pasir bekerja tepat di depan kampusnya, yang aku mampu hanya melihat Adekku bahagia dari kejauhan saja, karena aku tau ia tidak suka jika, aku diketahui oleh kawan kawannya. Aku tau hal ini sangatlah berat, tetapi lagi lagi dia adalah Adeku, aku harus memenuhi janjiku kepada sang ayah, untuk menjaga dan membuatnya bahagia.

Sore haripun tiba, aku yang merasa lelah setelah seharian memikul beban kembali kerumah untuk beristrahat. Uang saku hasil jeripayah bekerja aku bagi dengan cara menabungnya dan membelikan nya makanan, Lalu aku bergetas kewarung makan langgananku dengan membeli 2 bungkus nasi seperti hari hari biasanya.

Sambil membawa 2 bungkus nasi, aku gemgam kantong kreseknya untuk sajian makan malam kami berdua, aku merasa malam ini malam yang bahagia karena telah melewati Ujian Prososalnya. Sesampainya di rumah,  aku tidak menemukan adikku biasanya ia telah pulang duluan dan  didalam hatiku bertanya apa yang sudah terjadi dengannya... lalu aku berinisiatif menghubunginya.

" Halo.. Dek, lagi gimana..?" Tanyaku, " Ia.. ia.. aku lagi bersama teman-teman, nanti aku hubungi lagi " sahut adekku dengan suara keras, " Halo... halo.. halo....." sahutku, ternyata penggilanku langsung diputuskan. Sayup sayup trdengar alunan musik yang sangat keras seprti ia sedang berada di sebuah Club malam.Aku tidak mau berspekulasi, aku tetap berpikir positif terhadap adekku itu, hingga aku putuskan untuk tetap menunggunya di rumah.

Waktu pun menunjukan pukul 23:00 hingga saat itu,  Adekku belum memberikan kabar tentang dimana keberadaannya, aku mulai mengkhawatirkan dirinya, jika ada anak perempuan berkeliaran hingga tengah malam itu, sungguh sangat mengkhawatirkan.

Malam yang seyogyanya membuat kami berdua bahagia, berubah seketika menjadi malam yang sangat menyedihkan, hngga akhirnya aku mendapatkan pesan singkat dari Adekku itu, " Kak.. jangan cari aku lagi, aku capek miskin kak, miskin itu sangat membuat aku malu kak, aku sekarang bersama kekasihku, terimakasih karena kakak telah membuatku hidup hingga saat ini, jangan hubungi aku lagi.. anggap saja aku telah tiada.. " itulah buyi pesan singkatnya.

Aku hanya bisa tersenyum, aku merasa itu adalah pilihan hidupnya tak perlu aku meratapinya, itu adalah keputusannya dan aku menghargai itu. Memang aku miskin harta, tetapi aku yakin ada ganjaran yang setimpal yang Allah janjikan bagi orang orang yang bertakwa.

Dunia ini fana, tidak penting punya banyak harta yang penting adalah tujuan yang tercapai, Tujuanku adalah memenuhi janji ku kepada ayahanda tercinta untuk mebiyayai adek ku tercinta. Alhamdulilah aku telah menjalankan amanah itu, yang aku tau adalah tidak penting banyak uang yang penting adalah cukup. 

Aku tidak merasa hina karena kekurangangan harta,  yang terpenting bagi ku adalah kaya hati karena merasa cukup dengan apa yang ada. Jikalau aku selalu sibuk mencari apa apa yang tidak ada, sesunggunya itulah kemiskinan yang sejati. Seperti Adek ku Amelya ia selalu mencari apa yang tidak mampu Aku berikan makanya ia memilih hidup bersama kekasihnya. 

Hingga akhirya itulah yang terjadi, aku dan Adekku terpisah karena kemiskinan. Perihnya hati saat menerima keadaan itu, membuat aku semakin kuat, aku berusaha tidak bersedih aku harus kuat karena ini adalah jalan hidup yang dipilih  harus dijalani secara ikhlas dan tawakal mohon hanya kepada Allah sebagai sang pemilik kehidupan.

La Illaha Illa Anta Subhanaka Inni Kuntu Minnazalimin ( Tiada Sesembahan Selain Engkau Ya Allah, Mahasuci Engkau Wahai Allah, Sesungguhnya Hamba Termaksud Orang Orang Yang Dzalim). Selesai.

Salam Hormat, 
Voril Marpap