Siswa dan Guru |
Kemudian
lanjut Amrun kembali menjelaskan “ yang saya salut dari teman-teman dewan guru
yang mengajar di situ, mereka semua mau bantu mengajar, Walaupun dengan
pendidikan SMA mereka sangat antusias, “ kenangnya. Selang satu tahun berjalan
persoalan baru akhirnya muncul, yakni bagaimana caranya untuk menggaji guru
yang telah bersusah payah mengajar anak-anak, saat itu sempat muncul inisiafif
untuk meminta bantuan orang tua tetapi dengan tegas para guru menolak inisiatif
tersebut sambil berkata, “ Pak kalau kita mau meminta orang tua siswa lebih
baik kami berenti saja mengajar, “ tegas salah seorang guru pada saat itu.
Anak2 Wape'u |
Mulai
saat itu, Amrun semakin semangat dan bertekad untuk mengembangkan Madrasah
Ibtidaiyah Nafi’u. Satu hal yang menjadi penguat rasa optimisme disini adaah
kalau ketua yayasan tidak memberi honor, maka guru-guru akan menuntutdan
berhenti mengajar tetapi disini, situasi tersebut terbalik, walaupun tanpa adanya honor,guru-guru di MIS
Nafi’u akan tetap terus mengajar, Alasannya adalah mereka paham betul tentang kondisi
masyarakat di pedalaman Wa Pe’u, “ kondisi masyarakatnya, kalaupun mungkin satu
hari mereka makan nasi, makan ikan baru kita mau bebani lagi masyarakt dengan
biaya pendidikan, guru-guru tidak sanggup menerimannya, “ Kenang amrun sambil
menambahkan hanya kesedian dan air mata sebagai penghapus segala derita.
Kerja Bakti |
Tanpa
sadar, Amrun dengan menitihkan air matanya, pun mengisahkan perjalanan hidupnya
sejak dari tanah kelahirannyadi Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat, hingga ia
terdampar di Pulau Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. Ia terlahir di Selaweh 38
tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 31
Desember 1977.dirinyabukan berasal dari keluarga berada melainkan berasal dari
keluarga yang tidak berada “ ketika saya melihat keluarga saya, kami 7 orang
bersauara, dari kecil saya sudah ditinggal
bapaksaya merantau di Malaysia, yang menghidupi kami sekaluarga adalah hasil
dari kerajinan tangan membuat topi petani, “ kenang Amrun sambil menambahkan,
hanya satu yang mampu membuat dirinya keluar dari masalah kemiskinan yaitu
melalui pendidikan, oleh karenanya ia menegaskan bahwa pendidikan itu sangatlah
penting demi masa depan yang lebih baik.
Siswa/Siswi MIS Nafi'u |
Kemudian
Amrun bercerita tentang awal mula dirinya terdampar di Pulau Buton,
dirinyamengisahkan sejarah perjuangannya di tanah Buton, “ ketika saya mempuh
pendidikan dipondok pesantren nahdatul waton, saat itu saya mengikuti kegiatan
safari ramadhan di kendari, hingga akhirya saya mengetahui dari dekat Propinsi
Sulawesi Tenggara, “ ujarnya. Akhirya lanjut Amrun, ia melakukan shalat istiqarah
memohon petunjuk sekiranya diberikan kemudahan dalam menentukan pilihan hidup
nantinya. “ Saat itu, bekal saya hanya 150.000 rupiah, ketika saya beli tiket,
uang nya hanya cukup untuk sampai di Kota Baubau, dan akhirnya saya memutuskan
untuk berhenti dan melanjutkan perjuangan di Kota Baubau, “ kenangnya.
Bersambung...