Lawa (Pintu Gerbang) Photo : Ahmad Efendy RS |
Dikampung halamanku, ada
segelintir orang yang bekerja sebagai pencari dan pengumpul kayu bakar disekitar
hutan lamusango, kemudian dijual kepada masyarakat untuk dijadikan sebagai
bahan bakar utama dalam proses masak-memasak. Maklumlah kawan, dikampung
halamanku ini, sebagian besar wilayahnya masih berupa hutan yang sangat lebat
dan luas. Sudah barang tentu hutan yang luas itu, sangat banyak dihuni berbagai
jenis hewan, pohon dan tumbuh-tumbuhan liar yang sangat menabjubkan. Aku harus
akui kawan, Alam ini memang mampu menyediakan semua yang kita butuhkan
termaksud pohon dan kayu bakar yang
kemudian dapat dimanfaatkan sepenuhnya, demi kelangsungan hidup umat manusia. Salah
satu dari sang pencari kayu bakar itu adalah paman Dhalimu.
Saat
itu dipagi buta, tepatnya pada hari kedua aku tiba dari Jakarta, dari
kejauhan terlihat paman Dhalimu yang juga adik kandung ibuku, hendak
mengerjakan rutinitas harinya mencari kayu bakar dihutan lambusango,
sekedar mencari tambahan rezeki dalam menyambut hari raya Idulfitri.
Saat ini aku sangat senang sekali karena dapat menjalankan ibadah puasa
selama satu minggu dikampung halamanku tercinta. Aku sangat bahagia
kawan, karena sebelumnya kurang lebih 6 tahun lamanya aku tidak
merasakan bagimana nikmatnya merayakan bulan suci ramadhan di kampung
halaman bersama saudara kerabat dan kemenakan semua alhamdulilah saat
ini aku akan kembali menjalankan ibadah puasa dan hari raya idul fitri
bersama kerabat sanak family dikampung halamanku.
Photo : Ahmad Efendy RS |
“
Paman… Dhalim..” seruku memanggilnya
Sambil menoleh kearahku paman
dhalim berkata,
“
Ia Nak Arya.. kamu Nampak segar sekali hari ini, “ ujar paman dengan senyuman
yang khas
“
oh ia paman, mau kehutan lagi ya..?” tanyaku sambil tersenyum pula
“
ia nak, paman hendak mencari kayu bakar lagi, “ katanya
Tanpa menunggu lama akupun segera
menghampiri pamanku seraya membalas senyumannya. Sambil berlari-lari kecil
kearahnya, dengan penuh harap aku menghampiri pamanku itu. Sungguh kawan senyumannya
yang khas itu, mampu memancarakan rasa nyaman luar biasa didalam hatiku, sehingga
sangat ampuh menambah tiik semanggatku untuk segera menghampirinya. Karenanya sejak
kurang lebih 6 tahun lalu aku tidak pernah bertemu dengan beliau sejak aku
putuskan untuk merantau ke Jakarta demi memaksimalkan potensi diriku disana. Inilah cirikhas pamanku kawan, beliau sangat senang
sekali menebar senyuman kepada semua orang. Parasnya yang tampan dan sifatnya yang
ramah mampu membuat seluruh orang disekitar kampungku senang padanya, dan bahkan
seluruh orang didesaku sangat mengenal beliaw. Disamping itu pula, beliaw dikenal
sebagai pria pekerja kerakeras dengan rutinitas mencari kayu bakar di hutan.
Maklumlah dirinya tidak memiliki pendidikan tinggi sehingga meksa beliau untuk
bekerja serabutan demi menghidupi anak dan istri nya. Namun sebagai seorang
paman yang baik dirinya selalu memberikan aku masukan dan nasehat menajubkan,
bagiku paman Dhalim adalah motivator yang tinggal dihutan. Jujur Aku sangat
bangga padanya kawan, aku akui ada banyak
hal yang aku pelajari dari deretan nasehat-nasehat hidup yang diberikan oleh
Paman Dhalim padakku, pastinya Semua nasehat tersebut telah aku simpan rapi
didalam benanku.
Photo : Ahmad Efendy RS |
Ketika aku berhadapan dengan paman
Dhalim, tangannya yang sudah renta kembali mengusap-ngusap kepalaku yang selalu
beliaw lakukan sejak aku masih kecil, sambil berkata,
Photo : Ahmad Efendy RS |
“ia paman, aku
pula sadar dulu sebelum meninggalkan kampung ini, bibiku masih sehat walafiat
dan kini beliaw telah meninggalkan kita semua, aku turut sedih karenanya paman,
“ sambil menunduk dengan penuh air mata.
Paman Dhalim, harus bertahan
hidup tanpa didampingi oleh wanita yang dicintainya. Kurang lebih setahun yang
lalu bibiku Zamna meninggal dunia akibat melahirkan anak bungsunya. Saat itu
anak yang dikandungnya dapat bertahan hidup sedangkan bibiku tidak mampu
bertahan hidung sehingga meninggal dunia.
“itulah takdir
anakku, semua yang hidup pasti akan mati dan akan kembali kepadaNya, “ ujar
paman dhalim dengan nada tegas
“ia
paman semoga arwah bibiku dapat tenang disana..” ujarku
Seperti biasanya, sebelum
menghakhiri perbincangan kami Paman Dhalim selalu mengeluarkan nasehatnya. Dan
inilah nasehat paman Dhalim padaku
Photo : Ahmad Efendy RS |
“ Nak, jikalau kamu menjadi ranting sebuah pohon,
kamu harus senantiasa sabar karena kamu akan mudah terpisah dr indukmu, tetapi yakinlah nak, kamu akan menjadi yang
pertama yang akan dimanfaatkan oleh manusia sebagai kayu bakar. Begitu pula
sebaliknya nak, jika kamu menjadi induk pohon, jadilah induk pohon yang kokoh
sehingga kamu akan selalu berusaha semaksimal mungkin menyebarkan makanan
hingga keseluruh penjuru tubuhmu mulai dari akar hingga ke ranting, sehingga kamu
akan menjadi pohon yang kokoh dan pada akhirnya akan membawa manfaat bagi
manusia didunia sebagai tempat berteduh dari panasnya sengatan matahari”. Ujarnya
sambil memengang ranting pohon kering
Jujur kawan, saat ini aku masih bingung akan nasehat yang diberikan
oleh Paman Dhalim, aku selalu berfikir, bahwa manusia yang baik itu adalah
manusia yang selalu bermanfaat bagi manusia lainya. Saya yakin semua itu tiadaklah
semudah membalikkan tepak tangan untuk dilakukan, pastinya semua itu butuh
proses. Apapun masalahnya hal tersebut adalah bagian dari proses yang seharusnya
dihargai sebagai batu loncatan agar selalu menjadi yang terbaik. Karena pada
dasarnya ilmu adalah warisan yang diberikan kepada manusia sebagai petujuk bagi
orang-orang yang berpikir.
Dan kini, aku mulai memikirkannya
kawan, telah aku temukan bahwa, sebagai seorang pemimpin yang baik, kita
senantiasa selalu mengedepankan kepentingan bersama diatas kepantingan pribadi dimana,
segala hal yang dilakukan seharusnya dapat berdampak positif bagi semua orang.
Seperti halnya pohon yang kokoh selalu berusaha menebar sari-sari makanan dari
akar hingga ke ranting sehingga pohon tersebut semakin hari semakin kokoh dan
menjadi sulit untuk di tumbangkan. Walaupun badai besar menghadang tak
sedikitpun pohon itu tergoyahkan dan bahkan akan menjadi pelindung bagi seluruh
makhluk yang menggantungkan harapan
didahannya.
Photo : Ahmad Efendy RS |
Disamping itu pula, makna dari ranting
pohon yang mudah rapuh dan kemudian menjadi yang pertama yang dimanfaatkan oleh
manusia sebagai kayu bakar adalah Sebagai symbol bawahan yang baik, yang selalu
mengendepankan loyalitas dan kesabaran yang tinggi dalam bekerja, sehingga hasilnya
dapat dinikmati bersama yang akan melahirkan rasa bangga pada diri sendiri
maupun bagi pemimpin kita. Olenya itu apapun yang telah kita lakukan akan
berdampak positif bagi diri pribadi dan orang lain, tentunya semua itu
semata-mata demi kebaikan bersama.
Sambil bergegas kearah hutan
dengan spontan aku langsung memeluk beliaw dengan penuh kasih sayang seraya
berkata berkata,
Darwis Triady Photo : Ahmad Efendy RS |
“
semua yang aku dapatkan ini adalah buah dari nasehat-nasehat paman dhalim,
trimakasih paman, nesehat-nasehatmu telah menjadi inspirasi sekaligus motivasi bagi
hidupku, “ ujarku dengan sedih
Sambil melemparkan senyuman manis, lalu paman meninggalkanku
untuk segera kehutan. Hatiku sangat senang sekali bertemu dengan pria yang
syarat akan makna hidup selalu bekerja keras demi anak-anaknya walaupun berat tetapi
itulah realita hidup pamanku. Semoga beliaw selalu diberi kesehatan oleh Allah SwT agar selalu memberikan aku
nasehat tentang hidup dan kehidupanku kedepan.
***